Resolusi; Mereka Ulang Jalan Kehidupan

resolusi, mereka ulang, ilusi kehidupan, tahun baru, gegap gempita

TAHUN 2013 baru saja berakhir. Tahun 2014 juga baru datang. Ada gegap gempita, pesta, hura-hura, dan kesedihan, dalam mengakhiri tahun lama dan mengawali tahun baru. Kembang api dan petasan berebut meledak kemudian melahirkan pendar cahaya di atas gedung-gedung bertingkat. Asap kembang api bercampur aroma sulfur menghiasi halaman rumah sederhana di komplek pemukiman yang  bertipe 21.

Anak-anak diizinkan untuk tidur lebih larut. Ada dispensasi karena pergantian tahun. Hal yang terjadi setahun sekali. Membiarkan mereka menikmati kebahagiaan memainkan kembang api juga melihat pendar cahaya membentuk satu lukisan beragam warna. Orang-orang dewasa juga bersukaria. Mereka juga ikut mendengar siutan panjang dan menghirup asap kembang api yang dimainkan anak-anak. Sesekali membasahi tenggorokan dengan minuman bersoda, lalu berbincang tentang hal-hal yang tak perlu.

Di Soja, pada sebuah rumah di komplek permukiman sederhana, kami tentu saja saya, istri dan anak, ikut menikmati malam old and new itu. Tak ada pesta seperti di hotel-hotel berbintang. Tak ada dentuman suara musik dari salon berkapasitas besar di halaman rumah. Tidak ada daging panggangan yang lazim tersedia pada setiap pergantian tahun. Hanya ada empat batang kembang api jenis apollo dengan 12 ledakan tiap batangnya. Hanya ada seratus tusuk kembang api kecil yang jika dibakar melahirkan asap, yang bisa mengubah malam dari gelap menjadi berkabut. Inilah kegembiraan kecil kami dari sebuah rumah yang jauh dari hiruk pikuk kegembiraan kota.

Bukan hanya tanpa pesta. Kami juga tak membuat resolusi awal tahun seperti banyak orang. Kami hanya ingin melewati hari-hari sepanjang 2014 dengan normal. Bagi kami, tentu saja saya, setiap tahun selalu sama. Bulannya tetap 12—Januari hingga Desember. Harinya juga sama: seminggu tujuh hari, sebulan rata-rata 30 hari, setahun ada 365 hari. Dan, tentu saja, nama harinya juga sama—Minggu sampai Sabtu. Yang berbeda itu hanya bagaimana cara kita menjalaninya saja. Apakah sama seperti tahun sebelumnya, atau kita mau melaluinya dengan cara berbeda? Semua tergantung pada diri kita. Ya kan?

Resolusi itu mimpi. Bukan berarti kami tak punya mimpi. Setiap orang tentu saja punya mimpi. Bahkan anak kecil yang baru lahir saja sudah punya mimpi. Setidaknya dalam tidurnya. Kadang ia terjaga tengah malam kemudian menangis cukup keras. Kadang dalam tidurnya ia tersenyum. Seorang ibu biasanya mahfum kalau anaknya itu sedang bermimpi, entah buruk atau baik. Itulah mimpi.

Mimpi, tentu saja, tak sekadar bunga tidur. Mimpi bisa membuat orang tidur sangat lelap. Kadang mimpi mengganggu karena membuat seseorang susah tidur, apalagi mimpi kalau mimpi buruk. Mimpi juga bagian dari cita-cita. Keinginan untuk meraih hasil yang baik. Seorang pelajar bermimpi menjadi juara kelas. Atlet bercita-cita meraih medali emas dalam sebuah turnamen. Calon anggota legislatif bermimpi dipilih konstituennya sehingga bisa menjadi anggota DPR. Resolusi juga bagian dari mimpi. Karena itu, banyak orang membuat resolusi ketika terjadi pergantian tahun. Orang-orang ingin melalui setiap hari sepanjang tahun dengan kegembiraan, sukacita, juga kebaikan.

Resolusi juga sebuah ketetapan hati. Ia menjadi kebulatan tekad untuk bersikap, melakukan tindakan, serta menunjukkan perilaku baru yang berbeda. Biasanya yang baru ini lebih baik daripada yang dulu. Tak ada orang yang membuat resolusi untuk hal-hal negatif. Orang senewen sekalipun, jika diberi kesempatan, akan beresolusi hal-hal yang positif.

Malam terus beranjak. Hari sudah baru. Tahun juga sudah baru. Peristiwa 2013 tinggal kenangan, yang indah pantas untuk diulangi juga dikenang. Sebaliknya, yang tidak baik, sebaiknya dilupakan. Kemudian berharap peristiwa 2014 berisi kebaikan. Sehingga hidup kita menjadi lebih baik. Itulah harapan dan mimpi. Resolusi yang berarti. Menjadi lebih baik.

Siutan panjang apollo masih berdentum di seantero kota. Nun jauh di pinggiran kota, satu dua masih ada letupan kembang api. Masih ada pendar cahaya setelah siutan panjangnya. Membelah malam di komplek permukiman orang-orang sederhana.

Dan, kami panjatkan sebaris doa. Kemudian tidur. Bukan untuk bermimpi, tapi merehatkan raga agar tetap segar ketika matahari terbit di ufuk timur. (*)

Pontianak, 3 Januari 2014

LihatTutupKomentar