Jadi Agen Ternak
Lokasi foto di Sungai Rentawan, Angan Tembawang. |
Beberapa pekan sebelum dicopot dari jabatan Mendikbud, Anies Baswedan mengajak para orangtua meluangkan waktu mengantarkan anak pada hari pertama masuk sekolah. Ajakan ini mendapat respon positif banyak orang. Hal kecil yang memberi manfaat besar bagi keluarga Indonesia. Anies mengingatkan orangtua, sesibuk apapun anda, luangkanlah waktu untuk anak-anak.
Ajakan Anies juga mendapat respon yang baik dari para pemangkut kepentingan di daerah. Di Pontianak, misalnya, wali kota Sutarmidji memberikan kelonggaran waktu masuk kerja bagi pegawainya agar bisa mengantar anak pada hari pertama masuk sekolah. “Mengantar bukan menunggu,” begitu kata wali kota untuk kebijakannya itu.
Bagi saya dan sebagian orangtua lainnya, rutinitas mengantar anak masuk sekolah bukan hal baru, juga bukan hanya ketika hari pertama masuk sekolah. Setiap hari, kecuali hari Minggu dan libur sekolah, rutinitas ini tidak dilakukan. Rutinitas yang selalu menggembirakan. Melihat anak-anak begitu bersemangat mengenakan seragam sekolah, membuat kami, para orangtua, juga ikut semangat. Tentu saja, bangun lebih pagi dari anak-anak itu.
Sebagai orangtua, berharap kegembiraan ini terus terjaga. Bukan hanya pada anak-anak, juga kepada kami yang mengantar dan menjemputnya. Orang-orang bijak berkata, anak itu titipan Tuhan. Apapun akan dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya tanpa ia mengharap suatu hari kelak apa yang dilakukannya akan mendapat pamrihnya.
Tidak semua orangtua, usai mengantar anaknya langsung pulang ke rumah. Sebagian menunggu di sekolah. Bahkan, ada yang langsung berangkat ke tempat kerja. Ini menjadi seni tersendiri bagi orangtua-orangtua tersebut. Saya termasuk kelompok yang langsung pulang ke rumah. Tetapi, kadang-kadang menunggu juga jika waktu pulang sekolah lebih awal dari jadwal biasanya. Lumayanlah untuk menghemat bensin, yang subisidinya sudah dicabut pemerintah.
Warung kopi jadi tujuan utama jika tak langsung pulang. Kongkow bersama teman-teman lain, yang juga memilih menunggu ketimbang pulang ke rumah. Banyak hal yang diobrolkan jika sudah bertemu; mulai isu politik nasional, lokal, sekolah, hingga hal-hal yang tak tentu rudu. Semua itu kami lakukan dengan kegembiraan. Bila tiba masa pulang sekolah, satu persatu orangtua-orangtua yang menunggu itu bubar. Masing-masing beranjak ke sekolah menjemput anak-anak yang titipan Tuhan tersebut.
Dari semua obrolan itu, satu hal saja yang menarik. Orangtua-orangtua yang sering kongkow di warung kopi ini, yang menunggu anaknya pulang sekolah. Apa itu? Mereka menyebut dirinya sebagai Agen Ternak. Ayah Ganteng Antar Anak. (*)
Ajakan Anies juga mendapat respon yang baik dari para pemangkut kepentingan di daerah. Di Pontianak, misalnya, wali kota Sutarmidji memberikan kelonggaran waktu masuk kerja bagi pegawainya agar bisa mengantar anak pada hari pertama masuk sekolah. “Mengantar bukan menunggu,” begitu kata wali kota untuk kebijakannya itu.
Bagi saya dan sebagian orangtua lainnya, rutinitas mengantar anak masuk sekolah bukan hal baru, juga bukan hanya ketika hari pertama masuk sekolah. Setiap hari, kecuali hari Minggu dan libur sekolah, rutinitas ini tidak dilakukan. Rutinitas yang selalu menggembirakan. Melihat anak-anak begitu bersemangat mengenakan seragam sekolah, membuat kami, para orangtua, juga ikut semangat. Tentu saja, bangun lebih pagi dari anak-anak itu.
Sebagai orangtua, berharap kegembiraan ini terus terjaga. Bukan hanya pada anak-anak, juga kepada kami yang mengantar dan menjemputnya. Orang-orang bijak berkata, anak itu titipan Tuhan. Apapun akan dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya tanpa ia mengharap suatu hari kelak apa yang dilakukannya akan mendapat pamrihnya.
Tidak semua orangtua, usai mengantar anaknya langsung pulang ke rumah. Sebagian menunggu di sekolah. Bahkan, ada yang langsung berangkat ke tempat kerja. Ini menjadi seni tersendiri bagi orangtua-orangtua tersebut. Saya termasuk kelompok yang langsung pulang ke rumah. Tetapi, kadang-kadang menunggu juga jika waktu pulang sekolah lebih awal dari jadwal biasanya. Lumayanlah untuk menghemat bensin, yang subisidinya sudah dicabut pemerintah.
Warung kopi jadi tujuan utama jika tak langsung pulang. Kongkow bersama teman-teman lain, yang juga memilih menunggu ketimbang pulang ke rumah. Banyak hal yang diobrolkan jika sudah bertemu; mulai isu politik nasional, lokal, sekolah, hingga hal-hal yang tak tentu rudu. Semua itu kami lakukan dengan kegembiraan. Bila tiba masa pulang sekolah, satu persatu orangtua-orangtua yang menunggu itu bubar. Masing-masing beranjak ke sekolah menjemput anak-anak yang titipan Tuhan tersebut.
Dari semua obrolan itu, satu hal saja yang menarik. Orangtua-orangtua yang sering kongkow di warung kopi ini, yang menunggu anaknya pulang sekolah. Apa itu? Mereka menyebut dirinya sebagai Agen Ternak. Ayah Ganteng Antar Anak. (*)
Budi Miank
Pontianak, 2 Agustus 2016