Bertemu lagi di Sepakat


Saya kembali lagi ke Sepakat. Asrama yang dulu bernama Sepakat, kemudian bermetamorfosis menjadi Bonaventura. Jumat malam, pada 7 Oktober itu, saya datang tak sendiri. Kami bertiga. Ada Deo, jurnalis Bisnis Indonesia dan Bruder Hilarinus MTB, dulu pernah menjadi pembina di Bonaventura itu. 

Malam itu kami janji ada diskusi dengan penghuninya. Tiba di gerbang masuk, sudah ada Juniardi yang menunggu. Ketua asrama itu ngobrol dengan penjaga asrama. Ia menyapa. Kemudian kami ngobrol ringan. Saya memilih tidak masuk ke kompleks asrama karena masih menunggu Deo dan Bruder Hila. Sekitar lima menit kemudian, Deo datang. Disusul Bruder Hila, lima belas menit berikutnya. Lengkap sudah. Kami kemudian langsung masuk kompleks asrama setelah berpamit dengan penjaga tadi. Juniardi juga ikut masuk dengan berboncengan di motor saya.

Pendopo berbentuk gazebo masih kosong ketika kami tiba. Juniardi langsung memanggil beberapa penghuni agar segera berkumpul. Saya memilih melihat-lihat isi pendopo. Ada papan tulis warna putih yang ukurannya cukup besar, struktur kepengurusan asrama, televisi tabung yang ditempatkan pada sebuah kotak persegi panjang untuk keamanan. Beberapa poster juga terpampang di gazebo itu. Di samping gazebo, ada pohon jambu. Dulu, kami menyebutnya sebagai pohon matuk.

Ah, tak usah bernostalgia dulu. Kami datang tidak untuk bernostalgia, walau kadang ada selipannya. Malam itu, kami ingin berdiskusi tentang dunia literasi, seperti yang dilakukan di Asrama Petrina, dua pekan sebelumnya. Misi kami sederhana: mengajak kaum muda terutama mahasiswa lebih menyelami dunia literasi. Seperti kata orang bijak, menulislah supaya dikau tak hilang dari peradaban.

Diskusi ini mengembirakan. Setidaknya sementara ini. Ada harapan agar bisa menjaga semangat yang menggembirakan itu. Diskusi soal literasi ini menjadi menarik. Kami berbagi pengalaman kecil, teman-teman juga berusaha menggali pengalaman kecil itu. Kami berusaha mendonasikan waktu untuk bisa berdiskusi lebih intens lagi soal literasi ini.

“Ini CSR hidup kami!”

Diskusi kami berakhir pada pukul setengah sepuluh malam. Selebihnya bercerita tentang hal-hal kecil saja, termasuk kisah-kisah masa lalu di asrama itu. Hingga malam hampir larut. Akhirnya kami pamit.

Sudahlah ya. Nanti kita lanjutkan lagi. (*)

Budi Miank
Pontianak, 8 Oktober 2016
LihatTutupKomentar