Pada Matamu yang Teduh Kutitipkan Cinta
Pada bening matamu, ada keteduhan. Aku menemukan cinta yang sederhana pada sorot bening itu. Mata yang mengajarkan banyak hal tentang mencintai. Pada matamu yang bening, aku menemukan keteduhan. Matamu menenangkan tidur malamku. Aku begitu nyaman dengan tatapan matamu. Mengenalmu membuatku semakin tahu makna cinta yang sebenarnya. Matamu mengajarkan banyak hal tentang cinta. Kamu itu kekasih sekaligus teman yang hebat.
Bisa menghadirkan suasana nyaman saat berdua. Tidak romantis, tapi melahirkan kenangan yang indah. Itulah kamu. Itulah yang membuatku jatuh cinta padamu. Jika sudah menatap matamu, aku merasa tenang. Ada kedamaian yang mengalir pada setiap deru nafasku. Matamu benar-benar membuatku mabuk. Seolah tak ada masalah dalam menjalani hidup. Aku sungguh beruntung bisa memilikimu. Kau semakin menghipnotisku ketika kau sunggingkan satu senyum pada bibirmu. Mungkin inilah takdir yang Tuhan berikan padaku. Kau akan menjadi tulang rusukku yang hilang. Agar sempurna hidup ini. Aku menemukanmu agar melengkapi segala ketidaksempurnaan hidupku.
Bertahun lalu, ketika pertama kali mengenalmu, membuat aku menyadari. Sangat pantas banyak orang yang ingin kau menjadi miliknya. Sekali lagi, aku menjadi seseorang yang beruntung pada detik ini. Kau benar-benar telah menjadi milikku. Tinggal selangkah lagi semua menjadi begitu sempurna: restu semesta.
Dulu, sebelum bertemu kamu, ada seseorang pernah mengisi ruang hatiku. Hari-hari yang kulalui bersamanya selalu berakhir dengan nestapa. Semua pergi dan tak pernah kembali. Perih! Kami selalu bertengkar untuk hal-hal yang remeh temeh. Ada penyelesaian. Segalahnya berakhir dalam diam. Berhari-hari, kami tak pernah saling kirim kabar. Hingga akhirnya ia memilih pergi meninggalkanku yang kembali hidup dalam kesunyian cinta.
Selepas dia pergi, aku berjuang sendiri melawan perih. Dia telah mematahkan hatiku yang selembut sutra ini. Aku luruh dalam kesedihan. Murung pada hari yang cerah. Selalu sepi pada titik-titik yang dipenuhi sorak sorai. Aku hanya bisa bermunajat. Mohon Jubata memberi jawab atas pertanyaanku: mengapa dia pergi kemudian tidak kembali?
Lalu, di sebuah dermaga kayu pada senja yang merona. Jingga mewarnai langit sore. Di ufuk barat, matahari bergerak perlahan menuju peraduan. Sebentar lagi gelap tiba. Saat itulah, aku menemukanmu. Kamu yang bermata bening dan menghadirkan keteduhan pada jiwa cintaku. Kehadiranmu memberiku harapan baru tentang cinta. Tentang keikhlasan menerima seseorang dengan segala kekurangannya.
Entahlah. Aku tak bisa mendefinisikan kehadiranmu saat itu. Kau begitu telah menyempurnakan hidupku. Harapan-harapan yang kau tanamkan telah tumbuh menjadi cinta yang tulus. Akan kusirami juga dengan cinta yang tersimpan di lubuk hatiku. Aku yang luruh pada mata teduhmu. Mata yang lebih teduh dari embun pagi.