Setelah Hujan Reda, Genangan Mendera

hujan, pontianak, banjir, genangan,
Pontianak baru usai hujan. Sejak tadi malam, air berebut jatuh. Saling mendahului, siapa yang finish lebih awal di tanah. Kemudian mengalir pada parit-parit kecil. Jika tak tertampung, meluber menjadi sebuah genangan. Genangan kata yang dipakai untuk tak menyebut banjir. Banjir lebih kurang positif dari genangan.

"Itu bukan banjir, tapi genangan," katamu.

Tapi bagiku, banjir dan genangan sama saja. Sama-sama air yang tak teraliri karena alurnya tak lancar. Sekali lagi, kamu tetap bilang banjir dan genangan berbeda.

Lalu kulihat ada genangan di cawan putih. Warna agak coklat dengan asap mengepul tipis. Otak saya menangkap genangan itu panas. Mungkin ini genangan yang berbeda itu. Ini air yang tergenang dari beribu kenangan.

Kemudian ada enam buah pisang yang baru direbus digenangan panci. Ada asap tipis juga mengepul dari buah-buah itu. Kata orang-orang, pisang rebus itu baik untuk kesehatan. Tetapi, kataku, makan pisang itu bisa juga bikin kenyang.

Buku menjadi pelengkap dua hal dari hasil genangan tadi. Selepas hujan, minum kopi ditemani pisang rebus bisa mewujudkan bahwa bahagia itu sederhana.

Bagaimana dengan buku? Ia akan sangat berguna bila tiap-tiap halamannya dibaca. Tetapi, hingga suapan terakhir buah pisang dan tetesan penghabisan kopi sachet, buku masih bergeming.

"Apakah kaubaca buku itu?" tanya temanku.

Aku berdiri. Mengambil buku itu. Kemudian menyimpannya di rak. [db
LihatTutupKomentar
Cancel