Pada Undangan itu Kamu Telah Menuliskan Takdirmu
Kamu telah menuliskan takdirmu. Pada selembar undangan berlatar dermaga dengan jingga mentari senja. Kamu menikah. Ya, kamu menikahi seseorang yang kau terima cintanya. Sementara aku masih mencari takdirku sendiri.
Kamu memilih pergi mengejar impian. Waktu mengubah semuanya. Setelah bertahun lamanya, kamu tak lagi memandang senja di dermaga kecil itu. Takdirmu telah ditulis dalam undangan berwarna biru muda. kamu menikah. Ya, kamu menikah dengan seseorang yang baru. Seseorang yang kamu terima cintanya. Sementara aku, masih mencari takdirku sendiri. Entah kapan aku bisa menuliskan takdirku sendiri.
Apa pun itu, aku sepakat denganmu, dengan takdir yang kamu tuliskan itu. Aku bahagia karena kau telah menemukan seseorang yang bisa menerimamu. Aku yakin, kamu juga bahagia dengan pilihanmu itu. Kamu memang tak mesti menunggu aku. Mungkin saja, aku tak layak untuk ditunggu. Bisa jadi, sangat melelahkan jika menunggu aku. Pilihan untuk mendahului aku menuliskan takdirmu itu sangat tepat.
Aku bahagia mendengar kabar itu. Aku akui ada luka di hati ketika mendengar kabar itu. Tetapi, aku berusaha tegar. Sama seperti ketika kamu pamit untuk pergi ke negeri lain. Bedanya ketika kamu pergi, aku masih menyimpan harapan bahwa kau akan kembali untuk cinta. Iya, sekarang kamu telah kembali. Kau datang bersama cinta yang lain. Inilah perih yang kualami. Aku yang menunggumu kembali bersama cinta, yang kita titipkan pada senja, tak berwujud nyata. Cintamu telah beralih kepada orang lain.
Aku pastikan akan datang pada hari bahagiamu itu. Ini penghargaanku atas undangan berenda biru muda dengan latar senja di dermaga. Aku melepaskan semua rindu yang tersimpan selama kau pergi. Aku akan tersenyum ketika melihatmu bersanding di pelaminan itu. Kupastikan aku akan ikhlas.
Tetapi aku meminta satu hal. Izinkan aku untuk tetap mencintaimu, walau kita tidak bersama. Izinkan aku mencintaimu sebagai seorang sahabat. Aku minta kau tak sungkan bila suatu hari nanti ada pertemuan. Kau harus menguburkan semua kenangan yang pernah kita tulis bersama. Begitu juga aku. Tetapi, kita tak boleh melupakan semua peristiwa yang telah kita lalui.
Aku mesti menyadari bahwa sesungguhnya cinta tak harus memiliki. Kepergianmu bertahun lalu, telah membuktikan itu. Kehadiranmu kini telah menyadarkanku pada satu hal. Takdir dan cinta tak selamanya bersatu. Kadang ia berjalan sendiri. Seperti aku dan kamu. Aku belum menuliskan takdirku, sementara kamu sudah. Aku yakin, masih ada cinta yang kau simpan untukku.
--Cinta dan Senja yang tak Pernah Tiba