Lewat Puisi Kau Berjanji Akan Menikmati Senja Bersama

Puisi Berjanji, senja bersama, menikmati senja, puisi senja,
Kau tulis puisi tentang senja untukku. Puisi yang mengingatkanku pada masa-masa ketika kita masih bersama. Setelah kita tak lagi bersama, kita hanya bisa menikmati senja pada dermaga yang berbeda. 

Pernah kamu menulis puisi untukku. Lebih untuk kita sebenarnya. Pada secarik kertas warna biru muda, lukisan kalimat puisimu yang puitis itu kuterima pada senja yang temaram. Seorang tukang pos yang mengantarnya. Ah, di zaman yang serba digital ini, kau masih saja mengirim puisi lewat cara konvensional. Kau mengingatkanku pada masa-masa dulu, masa ketika kita baru saja bertemu. 

Puisimu bercerita tentang sebuah janji. Menikmati senja bersama. Entah di mana. Tak kau sebutkan dalam puisimu. Tak perlu juga menyebutnya. Yang pasti, kamu dan aku tahu, di mana janji itu perlu kita tepati. Kita berjalan bersama, melemparkan ceria, senyum, dan mengurai cinta yang pernah kita titipkan pada senja. 

Pada temaram cahaya jingga yang bersemburat di ufuk langit, suratmu yang kuterima dari Pak Pos kubuka. Pada dermaga kayu yang selalu menjadi tempat kita berdua menuntaskan rindu, kubaca baris-baris puisi itu. Entah mengapa, kau tiba-tiba tidak datang senja itu. Tak ada ruang tahu. Mungkin kau sedang merayakan puisi-puisimu yang lain. 

Kita pernah berjanji 
Akan menikmati senja itu bersama 
Berjalan bersama 
Ada ceria 
Ada senyum 
Ada tawa 
Dan ada cinta 
Dan ketika waktunya tiba 
Aku masih saja sibuk 
Dengan duniaku 
Aku tersadar 
Bahwa aku telah berjanji 
Dan kau sudah jauh meninggalkanku 
Dan menikmati senja itu sendiri 
Ya senja kita, tidak akan pernah dinikmati bersama 
Kita menikmati senja 
Tapi dengan tempat yang berbeda 
Aku menitipkan harapan 
Dan cinta pada senja 
Melihatnya aku bisa 
Tersenyum 
Apakah kau ingat 
Janji dengan senja 
Seperti senja yang setia datang 
Aku pun setia menanti senja 
Walau tak pernah tahu 
Kapan senjaku dan senjamu 
Akan bersama 

Itulah barisan kata-katamu, yang kau rangkai dalam bentu puisi itu. Aku mengenangnya sebagai ikhtiar sebuah pertemuan kembali. Walau ada gurat kekecewaan, karena kita tak bisa menikmati senja bersama. Tetapi, masih ada cinta yang kusimpan. Itu hanya untukmu. 

 --Senja dan Cinta yang tak Pernah Tiba
LihatTutupKomentar
Cancel