Love Borneo; Membumikan Literasi hingga Pelosok Negeri
love, borneo, literasi, negeri, pelosok, Michelle, Ginting, rumah, sungai, raya, dalam
Foto: Love Borneo
|
SUNGAI Raya Dalam pada Sabtu siang awal Desember 2019. Michelle keluar dari rumah nomor 17. Seutas senyum, ia menyambut saya di muka pintu.
"Selamat datang," katanya sambil menjabat tangan. Michelle kemudian mempersilakan saya masuk. Di rumah itu tak hanya ada Michelle. Beberapa sukarelawan komunitas juga hadir. Sebagian menetap di rumah tersebut. Sebagian lagi tidak.
Rumah di Jalan Sungai Raya Dalam, Pontianak itu menjadi markas bagi sebuah gerakan literasi yang digawangi oleh Komunitas Love Borneo. Sebuah komunitas yang secara konsisten mengajak anak-anak di pedalaman menggemari dunia buku: dengan aktif membaca. Selain ke pedalaman, Love Borneo juga secara intens mengunjungi anak-anak di lembaga pemasyarakatan. Michelle menjadi salah seorang sukarelawan di komunitas tersebut.
"Sore ini, beberapa sukarelawan akan berangkat ke Teluk Batang. Mereka akan mengunjungi anak-anak membawa buku untuk rumah baca. Kemudian ke lembaga pemasyarakatan di Ketapang," kata Michelle.
Love Borneo memulai karya karitatifnya sejak 2014. Bermula ketika beberapa orang yang senang jalan-jalan. Dari jalan-jalan senang itu, mereka berniat berbuat sesuatu untuk kampung-kampung yang disinggahi. Ide itu muncul begitu saja. Gagasan sederhana itu difokuskan pada anak-anak di pedalaman.
"Dulu, saya tidak tertaris pada anak-anak. Tetapi, kemudian menemukan yang menarik dalam diri anak-anak. Dari situlah, aktivitas jalan-jalan kami, tak sekadar jalan-jalan, tetapi ada yang diperbuat untuk anak-anak. Apa itu? Yang paling murah ya mengajak mereka membaca," kata Raynaldo Ginting.
Ginting termasuk pendiri gerakan ini. Awalnya, kata Ginting, gerakan karitatif ini tak memiliki nama. Sebab, tambah dia, dilakukan secara spontan. Sempat muncul nama Batu Karang untuk gerakan ini, namun tak melekat.
Dua tahun kemudian, pada 2016, ketika ada Festival Seni dan Musik bagi pelajar di SMP Negeri Toho, Kecamatan Toho, Kabupaten Pontianak (sekarang Kabupaten Mempawah), komunitas ini diminta panitia membuat stempel. "Nah, di situlah kemudian lahir stempel Love Borneo," kata Ginting.
Mengapa Love Borneo? "Kami fokus melayani Kalimantan Barat. Memang ada yang meminta kami agar melayani di luar Kalbar, seperti Sumba, Kalteng, dan beberapa wilayah lainnya. Tetapi, kami tetap fokus di Kalbar. Jadi, semua orang yang bersumbangsih untuk Kalimantan itu adalah Love Borneo," kata Ginting.
Love Borneo memilih rumah baca untuk menyebarkan virus literasi bagi anak-anak pedalaman. Rumah baca menjadi kekuatan bagi anak-anak. Saat ini, sudah ada 20 rumah baca di seluruh Kalbar. Dari jumlah itu, 16 rumah baca masih aktif. Sedangkan empat lainnya tidak aktif. Tidak aktif karena jarak terlalu jauh sehingga jarang dikunjungi.
Kata Ginting, rumah baca itu keinginan penerima manfaat. Artinya, ada sukarelawan di lokasi rumah baca yang siap untuk membuat tempat itu tetap aktif.
"Kami berkomitmen juga akan mengunjungi rumah baca itu secara aktif. Inilah yang jadi kekuatan kami. Anak-anak di kampung yang ada rumah bacanya, sekali saja tidak kami kunjungi, mereka akan mencari dan bertanya. Ini sangat menggembirakan," kata Ginting.
Anak-anak, kata Ginting, sangat pantas untuk mendapatkan hak untuk membaca. Selain mengajak anak-anak membaca, komunitas ini juga mengajak mereka bermain, seperti boneka tangan, permainan tradisional, dan beberapa permainan lainnya. "Kami juga tidak memiliki kemampuan yang bagus atas itu, tapi dengan keterbatasan itulah kami membantu mereka," katanya.
Rumah baca pertama yang dibangun komunitas ini ada di Batu Aju, sebuah desa di Kecamatan Ledo, Kabupaten Bengkayang. Ada 1.000 judul buku yang dipersembahkan bagi rumah baca ini. Namun, rumah baca ini sudah tidak aktif karena minimnya pendampingan bagi anak-anak.
"Ini pilot project kami yang pertama. Dan, rumah baca ini juga yang pertama kami tutup," ujar Naldo, begitu biasa Raynaldo Ginting disapa.
Selain melayani anak-anak pedalaman, Love Borneo juga menjadi teman bagi anak-anak di lembaga pemasyarakatan. Di lapas anak, Love Borneo berbagi cerita, mendengarkan cerita, dan menemani mereka bermain.
"Mereka ini jauh dari rumah. Apalagi di Kalbar hanya satu lapas anak, semua anak dari kabupaten/kota ngumpul di satu tempat. Nah, kami mencoba menjadi teman sekaligus kakak bagi mereka," kata Michelle.
Michelle yang bernama panjang Michelle Marshela Van Der Meer Mohr ini menjadi seorang sukarelawan bagi Love Borneo. Guru privat ini kerap mengunjungi anak-anak di lembaga pemasyarakatan. Jika pas lagi luang, Michelle juga ikut berangkat ke pedalaman.
"Untuk stok cerita bagi anak cucu," katanya.
Pada 2019, Love Borneo menerima penghargaan Apresiasi Satu Indonesia Award dari Astra Indonesia. Ada tiga penerima, yakni dua kategori individu, lingkungan dan teknologi, dan satu dari kelompok, yakni pendidikan.
Pada 2019, PT Astra International Tbk kembali mempersembahkan 10th Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards. Apresiasi ini diperuntukkan bagi generasi muda yang tak kenal lelah memberi manfaat bagi masyarakat di seluruh penjuru tanah air. Apresiasi diberikan kepada lima anak bangsa atas setiap perjuangan di bidang: Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan, Kesehatan, Teknologi dan satu Kelompok yang mewakili lima kategori tersebut.
"Mulai tahun ini, akan diadakan seleksi tingkat provinsi yang akan mendapatkan apresiasi," begitu rilis resmi PT Astra Internasional Tbk dalam websitenya: www.satu-indonesia.com.
Dalam rilisnya, PT Astra Internasional Tbk menyebutkan bahwa penerima tingkat nasional masing-masing kategori akan mendapatkan dana bantuan sebesar Rp60.000.000 dan pembinaan kegiatan.
Periode pendaftaran periode ini dimulai pada 11 Maret – 31 Juli 2019. Dari Kalimantan Barat ada tiga penerima apresiasi ini. Mereka adalah Muttaqin dari individu untuk kategori lingkungan, Andi Wahyudi dari individu untuk kategori teknologi, dan Michelle Marshela Van Der Meer Mohr dari kelompok untuk kategori pendidikan. (*)